(BANJARNEGARA-SB) - Petani kentang Batur kekurangan bibit kentang unggul jenis Granola. Kebutuhan bibit unggul untuk kentang jenis Granola sebesar 12.000 ton per tahunnya baru dapat dipenuhi sebanyak 300 ton. Dengan demikian terjadi kekurangan bibit unggul sebanyak 11.700 ton.
Menurut Ir. Suparji, Kasi Hortikultura Dintankannak, kekurangan bibit kentang terjadi karena suplai bibit kentang unggul untuk wilayah Banjarnegara dipenuhi dari suplai kebun Bibit luar daerah. Sehingga ada keterbatasan jumlah pasokan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kebun bibit sendiri, sehingga memungkinkan untuk menjaga kontuinitas suplai bibit. “Dengan pasar yang masih terbuka luas, suplai bibit kentang unggul ini menjadi sangat penting” katanya.
Menurutnya, untuk mengejar kebutuhan pasar dan prospek pertanian kentang ke depannya, pembangunan kebun bibit sudah tidak dapat dihindarkan lagi. Bila kebun bibit dibangun, ada jaminan ketersedian suplai bibit kentang dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Dengan harga bibit unggul kentang pada kisaran Rp 15.000/kg.-nya. Untuk kebutuhan bibit unggul kentang sebesar 12.000 ton per tahunnya, berapa besar PAD yang dapat diraih?” katanya.
Ia menjelaskan, belum lama berselang, Mrs. Lam-Chan Lee Tiong, Head, Holticulture Branch Singapore, beserta rekan dan para importir besar Singapore berkunjung ke Kecamatan Batur untuk menjajagi kemungkinan import kentang jenis Granola dari Batur. Pemerintah memfasilitasi pertemuan mereka dengan kelompok Tani Perkasa, Dieng Kulon. Meskipun belum final, tetapi pertemuan tersebut dapat menjadi jembatan bagi para petani dan importir untuk mempertemukan kualifikasi syarat kentang yang dapat diekspor, harga, kesanggupan kontinuitas mutu serta jumlah produk.
Mereka mengajukan syarat kentang yang dapat diekspor adalah kentang yang bebas hama penyakit, varietas granola, bentuknya bulat, ukuran umbi antara 6 - 10 per kilogramnya, dan dikemas dalam box yang dilapisi plastik. “Salah satu hal yang membayangi keberhasilan negoisasi tersebut adalah kemampuan petani menyediakan kentang granola yang memenuhi syarat kualifikasi ekspor karena kurangnya jumlah bibit yang dapat ditanam” katanya.
Sementara itu, menurut Dawam pedagang besar hasil bumi asal Sumberejo, Batur, membenarkan bahwa selama kurun waktu 5 tahun Ia bekerja sama dengan perusahaan eksportir Jakarta, ketersediaan kentang untuk ekspor ini masih menjadi masalah. Padahal pasar Singapura dan Malaysia yang menjadi tujuan ekspor perusahaan ini masih terbuka luas. “Untuk satu perusahaan saja permintaan per minggunya antara 50 - 60 ton, tetapi baru dapat terjangkau sejumlah 35 ton per minggunya” katanya.
Oleh karena itu, Ia berharap Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap prospek agribisnis kentang ini mengingat peluang pasarnya yang masih terbuka luas. Sebab menurut pendapatnya, bila kentang tersedia melimpah di wilayah ini dengan jaminan harga ekspor kentang yang relatif stabil, petani dan Pemerintah juga yang akan diuntungkan. “Karena itu, agar suplai bibit kentang unggul untuk petani tercukupi, saya mendukung pembangunan kebun bibit kentang di wilayah atas ini” pungkasnya. (**--ekobr)